Melihat kehidupan suku Sasak di dusun Ende                         

Gerbang masuk menuju dusun Ende

Berbicara tentang Lombok tidak sah rasanya jika tidak mengunjungi desa wisata yang berada tidak jauh dari Bandara International Lombok di Lombok Tengah.

Desa Sade yang paling banyak diketahui sebagai desa wisata untuk melihat kehidupan langsung masyarakat Sasak. Namun karena kami anti mainstream, kami mengunjungi dusun Ende yg lokasinya juga tidak terlalu jauh dari Sade dan tidak begitu turistik serta masih alami karena hanya dihuni sedikit KK dibandingkan Sade.

Suku Sasak adalah suku bangsa yang mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar suku Sasak beragama Islam.

Kata Sasak berasal dari kata sak sak, artinya satu satu. Orang Sasak terkenal pintar membuat kain dengan cara menenun, dahulu setiap perempuan akan dikatakan dewasa dan siap berumah tangga jika sudah pandai menenun. Menenun dalam bahasa orang Sasak adalah Sèsèk. Kata sèsèk berasal dari kata sesak,sesek atau saksak. Sèsèk dilakukan dengan cara memasukkan benang satu persatu(sak sak).

Menurut Abang guide yang mengantarkan kami berkeliling dan saya lupa namanya, Dusun Ende hanya di huni 24 KK yg mana setiap KK pada umumnya berjumlah 4 – 5 org.

Rumah Sasak terdapat dua ruangan, bagian dalam digunakan utk tempat tidur perempuan dan merangkap dapur sedangkan bagian luar untuk laki-laki.

Selain rumah huni ada juga Balai Tani (rmh utk petani),Balai Bunter,Lumbung padi yg unik krn khas model sasak, betuga’ (tempat peristrahatan jika plg dari sawah), balai jajar (Balai Pertemuan) jika ingin membahas masalah-masalah.

“Lumbung Padi khas Sasak”

Keunikan rumah sasak, lantai dan dindingnya diolesi kotoran hewan (sapi) setiap 2 minggu sekali. Dan ternyata tdk bau pemirsa, setelah saya menempelkan hidung di dinding.

Keunikan lainnya untuk menikahi gadis Sasak sebelum ia di lamar, ia harus diculik terlebih dahulu. Saya dan Lastri saling berpandangan mendengar penjelasan ini (Culik adek dong Bang Hee).

Jika ingin membeli ole-ole tersedia souvenir hasil kerajinan masyarakat setempat dan juga kain hasil tenunan perempuan sasak. Utk msk tdk ada patokan harga, dibayar sesuai keikhlasan hati.

Sebaiknya pakai guide yg ada karena mereka tidak paham bahasa Indonesia.